Pengertian Kebudayaan
Kebudayaan merupakan sistem pengetahuan
yang meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat di dalam pikiran manusia.
Perwujudan kebudayaan meliputi benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai
makhluk yang berbudaya, baik berupa perilaku, bahasa maupun benda-benda atau
hasil ciptaan manusia lainnya, seperti peralatan hidup, organisasi sosial,
religi, dan seni. Kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam
mempertahankan hidupnya..
Lampung
adalah provinsi paling selatan di pulau Sumatera, Indonesia. Ibu kotanya
terletak di Bandar Lampung. Provinsi ini memiliki 2 kota (Bandar Lampung dan
Metro) serta 15 kabupaten. Berbatasan dengan Bengkulu dan Sumatera Selatan. Kata
Lampung berasal dari kata “anjak lambung” yang berarti berasal
dari ketinggian dan kaki gunung Pesagi serta dataran tinggi Sekala berak.
Lampung Barat yang menjadi tempat asal mula suku Lampung atau Ulun Lampung
adalah puncak tertinggi di tanah Lampung.
Unsur-Unsur Kebudayaan suku Lampung
Bahasa-bahasa
yang digunakan di Lampung merupakan cabang Sundik yakni berasal dari rumpun
bahasa Melayu-Polinesia barat. Bahasa ini digunakan tidak hanya di propinsi
Lampung saja namun bagian Selatan Palembang dan Pantai Barat Banten juga
menggunakan bahasa tersebut. Adapun aksara lampung yang disebut Had
Lampung(KaGaNga). Aksara ini ditulis dan dibaca dari kiri ke kanan dengan
Huruf Induk berjumlah 20 buah. Had Lampung ini dipengaruhi oleh dua unsur,
yaitu :
- Aksara Pallawa (India Selatan) berupa suku kata yang merupakan huruf hidup.
- Huruf Arab, menggunakan tanda-tanda fathah di baris atas dan tanda-tanda kasrah di baris bawah tapi tidak menggunakan tanda dammah di baris depan melainkan menggunakan tanda di belakang dan masing-masing tanda mempunyai nama tersendiri.
Berdasarkan
peta bahasa, bahasa Lampung memiliki dua subdialek :
- Dialek Belalau (Dialek Api), terbagi menjadi :
–
Bahasa Lampung Logat Belalau dipertuturkan oleh Etnis Lampung yang berdomisili
di Kabupaten Lampung Barat yaitu Kecamatan Balik Bukit, Batu Brak, Belalau,
Suoh, Sukau, Ranau, Sekincau, Gedung Surian, Way Tenong dan Sumber Jaya.
Kabupaten Lampung Selatan di Kecamatan Kalianda, Penengahan, Palas, Pedada,
Katibung, Way Lima, Padangcermin, Kedondong dan Gedongtataan. Kabupaten
Tanggamus di Kecamatan Kotaagung, Semaka, Talangpadang, Pagelaran, Pardasuka,
Hulu Semuong, Cukuhbalak dan Pulau Panggung. Kota Bandar Lampung di Teluk
Betung Barat, Teluk Betung Selatan, Teluk Betung Utara, Panjang, Kemiling dan
Raja Basa. Banten di di Cikoneng, Bojong, Salatuhur dan Tegal dalam Kecamatan
Anyer, Serang.
-Bahasa
Lampung Logat Krui dipertuturkan oleh Etnis Lampung di Pesisir Barat Lampung
Barat yaitu Kecamatan Pesisir Tengah, Pesisir Utara, Pesisir Selatan, Karya
Penggawa, Lemong, Bengkunat dan Ngaras.
-Bahasa
Lampung Logat Melinting dipertuturkan Masyarakat Etnis Lampung yang bertempat
tinggal di Kabupaten Lampung Timur di Kecamatan Labuhan Maringgai, Kecamatan
Jabung, Kecamatan Pugung dan Kecamatan Way Jepara.
-Bahasa
Lampung Logat Way Kanan dipertuturkan Masyarakat Etnis Lampung yang bertempat
tinggal di Kabupaten Way Kanan yakni di Kecamatan Blambangan Umpu, Baradatu,
Bahuga dan Pakuan Ratu.
-Bahasa
Lampung Logat Pubian dipertuturkan oleh Etnis Lampung yang berdomosili di
Kabupaten Lampung Selatan yaitu di Natar, Gedung Tataan dan Tegineneng. Lampung
Tengah di Kecamatan Pubian dan Kecamatan Padangratu. Kota Bandar Lampung
Kecamatan Kedaton, Sukarame dan Tanjung Karang Barat.
-Bahasa
Lampung Logat Sungkay dipertuturkan Etnis Lampung yang Berdomisili di Kabupaten
Lampung Utara meliputi Kecamatan Sungkay Selatan, Sungkai Utara dan Sungkay
Jaya.
-Bahasa
Lampung Logat Jelema Daya atau Logat Komring dipertuturkan oleh Masyarakat
Etnis Lampung yang berada di Muara Dua, Martapura, Komring, Tanjung Raja dan
Kayuagung di Propinsi Sumatera Selatan.
- Dialek Abung (Dialek Nyow), terbagi menjadi :
-Bahasa
Lampung Logat Abung Dipertuturkan Etnis Lampung yang yang berdomisili di
Kabupaten Lampung Utara meliputi Kecamatan Kotabumi, Abung Barat, Abung Timur
dan Abung Selatan. Lampung Tengah di Kecamatan Gunung Sugih, Punggur, Terbanggi
Besar, Seputih Raman, Seputih Banyak, Seputih Mataram dan Rumbia. Lampung Timur
di Kecamatan Sukadana, Metro Kibang, Batanghari, Sekampung dan Way Jepara. Kota
Metro di Kecamatan Metro Raya dan Bantul. Kota Bandar Lampung di Gedongmeneng
dan Labuhan Ratu.
-Bahasa
Lampung Logat Menggala Dipertuturkan Masyarakat Etnis Lampung yang bertempat
tinggal di Kabupaten Tulang Bawang meliputi Kecamatan Menggala, Tulang Bawang
Udik, Tulang Bawang Tengah, Gunung Terang dan Gedung Aji.
2. Peralatan dan Perlengkapan Hidup
- Tapis
Tapis adalah kain khas Lampung yang terbuat dari tenunan benang kapas dengan hiasan motif, sulaman benang emas atau perak. Kerajinan ini dibuat oleh wanita, baik ibu rumah tangga maupun gadis-gadis (muli-muli) yang pada mulanya untuk mengisi waktu senggang dengan tujuan untuk memenuhi tuntutan adat istiadat yang dianggap sakral. Kain Tapis saat ini diproduksi oleh pengrajin dengan ragam hias yang bermacam-macam sebagai barang komoditi yang memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi.
Tapis
dapat dibedakan menurut pemakaiannya, seperti contohnya:
- Tapis Jung Sarat: Dipakai oleh pengantin wanita pada upacara perkawinan adat. Dapat juga dipakai oleh kelompok isteri kerabat yang lebih tua yang menghadiri upacara mengambil gelar, serta muli cangget (gadis penari) pada upacara adat.
- Tapis Bidak Cukkil: Model kain Tapis ini dipakai oleh laki-laki pada saat menghadiri upacara-upacara adat.
- Tapis Silung: Dipakai oleh kelompok orang tua yang tergolong kerabat dekat pada upacara adat seperti mengawinkan anak, pengambilan gelar, khitanan dan lain-lain. Dapat juga dipakai pada saat pengarakan pengantin
- Tapis Tuho: Tapis ini dipakai oleh seorang isteri yang suaminya sedang mengambil gelar sutan. Dipakai juga oleh kelompok orang tua (mepahao) yang sedang mengambil gelar sutan serta oleh isteri sutan dalam menghadiri upacara pengambilan gelar kerabatnya yang dekat.
- Jangat
Jangat
adalah alat untuk menghaluskan belahan-belahan rotan. Dibuat dari bahan besi
lengkung tipis dan tajam yang ditancapkan di atas potongan batang kayu. Mata
pisaunya dibuat sendiri atau dapat dibeli. Cara pemakaiannya adalah:
belahan-belahan rotan yang panjang dimasukkan di antara kedua pisau besi itu,
kemudian silih berganti ditarik.
3.
Sistem Mata Pencaharian
Aktifitas
produksi di Lampung yang utama adalah pertanian, termasuk perkebunan, kehutanan
dan budidaya perikanan. Propinsi Lampung adalah penghasil utama kopi Robusta;
dimana Lampung adalah salah satu yang terluas daerah perkebunan kopinya.
Penghasil utama di bidang pertanian adalah padi, minyak kelapa, kopi, cengkeh,
dan hasil pertanian lainnya, peternakan dan perikanan. Produksi kopi, minyak
kelapa, dan makanan dalam kemasan, minyak, kayu lapis dan produksi kayu
lainnya. Selain itu, Lampung juga penghasil buah-buahan tropis seperti :
mangga, rambutan, durian, pisang, nanas, dan jeruk. Hasil panen utama yang lain
adalah kelapa, karet mentah, minyak kelapa, coklat, lada dan sejenisnya.
4.
Sistem Kekerabatan
Masyarakat Lampung merupakan masyarakat dengan sistem menurut garis ayah (Geneologis-Patrilinial), yang terbagi-bagi dalam masyarakat keturunan menurut Poyang asalnya masing-masing yang disebut “buay”. Setiap kebuayan itu terdiri dari berbagai “jurai” dari kebuwaian, yang terbagi-bagi pula dalam beberapa kerabat yang terikat pada satu kesatuan rumah asal (nuwou tubou, lamban tuha).
Kemudian
dari rumah asal itu terbagi lagi dalam beberapa rumah kerabat (nuwou balak,
lamban gedung). Ada kalanya buay-buay itu bergabung dalam satu kesatuan
yang disebut “paksi”. Setiap kerabat menurut tingkatannya masing-masing
mempunyai pemimpin yang disebut “penyimbang” yang terdiri dari anak tertua
laki-laki yang mewarisi kekuasaan ayah secara turun temurun.
Hubungan
kekerabatan adat lampung terdiri dari lima unsur yang merupakan lima kelompok.
Pertama, kelompok wari atau adik wari, yang terdiri dari semua
saudara laki-laki yang bertalian darah menurut garis ayah, termasuk saudara
angkat yang bertali darah. Kedua, kelompok lebuklama yang terdiri dari
saudara laki-laki dari nenek (ibu dari ayah) dan keturunannya dan saudara
laki-laki dari ibu dan keturunannya. Ketiga, kelompok baimenulung yang
terdiri dari saudara-saudara wanita dari ayah dan keturunannya. Keempat,
kelompok kenubi yang terdiri dari saudara-saudara karena ibu bersaudara
dan keturunannya. Kelima, kelompok lakau-maru, yaitu para ipar pria dan
wanita serta kerabatnya dan para saudara karena istri bersaudara dan
kerabatnya.
Bentuk
perkawinan yang berlaku adalah partrilokal dengan pembayaran jujur (ngakuk
mulei), dimana setelah kawin mempelai wanita mengikuti dan menetap dipihak
kerabat suami, atau juga dalam bentuk marilokal (semanda) dimana setelah
kawin suami ikut pada kerabat istri dan menetap di tempat istri.
Untuk
mewujudkan jenjang perkawinan dapat ditempuh dalam dua cara, yaitu cara kawin
lari (sebambangan) yang dilakukan bujang-gadis sendiri dan cara
pelamaran orang tua (cakak sai tuha) yang dilakukan oleh kerabat pihak
pria kepada kerabat pihak wanita.
Perkawinan
yang ideal dikalangan orang lampung adalah pria kawin dengan wanita anak
saudara wanita ayah (bibik, keminan) yang disebut “ngakuk menulung” atau
dengan anak saudara wanita ibu (ngakuk kenubi)/ perkawinan yang tidak
disukai adalah pria dan wnaita anak saudara laki-laki ibu (ngakuk kelana)
atau dengan anak wanita saudara laki-lakinya (ngakuk bai/wari) atau juga
dengan anak dari saudara pria nenek dari ayah (ngakuk lebu). Lebih-lebih
tidak disukai kawin dengan suku lain (ulun lowah) atau orang asing.
Apalagi berlainan agama (sumang agamou).
Jika
dari suatu ikatan perkawinan tidak mendapatkan keturunan sama sekali, maka
untuk menjadi penerus keturunan ayah, dapat diangkat anak tertua dari adik laki-laki
atau anak kedua dari kakak laki-laki untuk menegakkan (tegak tegi)
keturunan yang putus (maupus). Jika tidak ada anak-anak saudara yang
bersedia diangkat dapat mengangkat orang lain yang bukan anggota kerabat, asal
saja disahkan dihadapan kerabat dan prowitan adat. Tetapi jika hanya mempunyai
anak wanita, maka anak itu dikawinkan dengan saudara misalnya yang laki-laki/
anak wanita itu dijadikan kedudukan laki-laki dan melakukan perkawinan semanda
ambil suami (ngakuk ragah). Dengan begitu maka anak laki-laki dari
perkawinan mereka kelak akan menggatikan kedudukan kakeknya sebagai waris
mayorat sehingga keturunan keluarga tersebut tidak putus (mak mupus).
5.
Sistem Kesenian
Sastra lisan merupakan salah satu tradisi khas masyarakat Lampung. Ada berbagai jenis syair yang dikenal masyarakat Lampung, diantaranya pattun (pantun), pepatcur, pisaan, adi-adi, segata, sesikun, memmang, wawancan, hahiwang,dan wayak. Sifat-sifat orang Lampung juga diungkapkan dalam sebuah adi-adi (pantun):
Tandani hulun Lampung, wat
piil-pusanggiri
Mulia hina sehitung, wat malu rega
diri
Juluk-adok ram pegung, nemui-nyimah
muwari
Nengah-nyampur mak ngungkung,
sakai-sambaian gawai.
Sifat yang tergambar dalam pantun di atas antara lain: piil-pusanggiri (malu melakukan pekerjaan hina menurut agama serta memiliki harga diri), juluk-adok (mempunyai kepribadian sesuai dengan gelar adat yang disandangnya), nemui-nyimah (saling mengunjungi untuk bersilaturahmi serta ramah menerima tamu), nengah-nyampur (aktif dalam pergaulan bermasyarakat dan tidak individualistis), dan sakai-sambaian (gotong-royong dan saling membantu dengan anggota masyarakat lainnya).
Seni
sastra dapat dijumpai di berbagai aspek budaya masyarakat Lampung. Misalnya, di
upacara perkawinan, seperti petikan syair di bawah ini:
jak ipa
niku kuya
jak pedom
lungkop-lungkop
badan mak
rasa buya
ngena
kebayan sikop
(dari mana kau
kuya (nama binatang air)
dari tidur
berbalik-balik
badan tiada
letih
dapat pengantin
cantik)
Petikan tulisan ini adalah wayak, sebuah puisi lama dari khasanah sastra lisan Lampung dan dikenal di Pesisir Lampung. Wayak Jak Ipa Niku Kuya ini seperti terpatri dalam ingatan seorang anak Lampung karena sering dilafalkan saat mengiringi prosesi perkawinan adat Lampung. Isinya, sebuah sindirin bagi seseorang (diibaratkan kuya) yang pemalas, tetapi (seperti mimpi) tiba-tiba mendapatkan gadis cantik. Sindir-menyindir dalam bahasa yang penuh petatah-petitih, tradisi ini masih kuat dalam masyarakat tradisional Lampung di umbul-umbul (sejenis desa).
Sastra
lisan Lampung juga mengenal warahan, semacam kisah rakyat yang
dituturkan seorang pewarah (semacam pengisah atau pendongeng) kepada
seseorang atau khalayak. Dalam perkembangannya, warahan dapat berbentuk puisi,
puisi lirik, atau prosa, tergantung dari kemampuan di pewarah dalam bertutur.
Kalau kemudian ada kreativitas yang berupaya memasukkan warahan dalam seni olah
peran, teater modern, itu karena memang dalam tradisi warahan, terdapat
unsur-unsur olah vokal dan sesekali pewarah menirukan gerak tokoh yang ia
ceritakan, meskipun dalam bentuk yang sangat sederhana.
Menurut
salah satu teori asal-usul terbentuknya masyarakat Lampung, penduduk Lampung
yang berasal dari Sekala Brak, di kaki Gunung Pesagi, Lampung Barat disebut
Tumi (Buay Tumi) menganut kepercayaan dinamis, yang dipengaruhi ajaran Hindu
Bairawa. Buai Tumi kemudian kemudian dapat dipengaruhi empat orang pembawa
Islam berasal dari Pagaruyung, Sumatera Barat yang datang ke sana.
Masyarakat
Lampung didominasi oleh agama Islam, namun terdapat juga agama Kristen,
Katolik, Budha dan Hindu. Untuk Lampung, persatuan adat, kekerabatan, kerajaan,
(ke)marga(an), dan semacamnya memang lebih kental dalam bentukan identitas
kolektif. Aspek agama Islam, ternyata memberikan warna dan pencitraan
tersendiri dalam kaidah kelembagaan maupun kebudayaan.
Faktor
alamiah, yang membuat identifikasi awal misalnya pranata sosial masyarakat
dengan mentalitas Islam, religiositas tradisi, kebajikan-kebajikan sosial,
kecenderungan untuk hidup bersama, kehalusan budi, dan conformism merupakan
ciri-ciri peradaban Islam yang melekat dalam adat Lampung. Aplikasi nilai-nilai
agama juga ternyata berpengaruh menimbulkan transformasi manusia dan kebudayaan
di Lampung.
Masyarakat
Lampung mengenal berbagai tradisi atau upacara yang tidak trerlepas dari unsur
keagamaan. Dalam masyarakat Lampung ada beberapa bagian siklus kehidupan
seseorang yang dianggap penting sehingga perlu diadakan upacara-upacara adat
yang bercampur dengan unsur agama Islam.
Di
antaranya adalah:
- upacara kuruk liman, disaat kandungan umur 7 bulan
- upacara saleh darah yaitu upacara kelahiran
- upacara mahan manik yaitu upacara turun tanah, bayi berumur 40 hari
- upacara khitanan bila bayi berumur 5 tahun
- upacara serah sepi bila anak berumur 17 tahun dan sebagainya
- Juga upacara perkawinan, kematian dan upacara adat lainnya seperti cokok pepadun yaitu pelantikan pengimbang baru sebagai kepala adat.
7. Sistem Ilmu Pengetahuan
Sistem
Arsitektur
Arsitektur
tradisional Lampung umumnya terdiri dari bangunan tempat tinggal disebut
Lamban, Lambahana atau Nuwou, bangunan ibadah yang disebut Mesjid, Mesigit,
Surau, Rang Ngaji, atau Pok Ngajei, bangunan musyawarah yang disebut sesat atau
bantaian, dan bangunan penyimpanan bahan makanan dan benda pusaka yang disebut
Lamban Pamanohan.
Arsitektur
lainnya adalah “lamban pesagi” yang merupakan rumah tradisional berbentuk
panggung yang sebagian besar terdiri dari bahan kayu dan atap ijuk. Rumah ini
berasal dari desa Kenali Kecamatan Belalau, Kabupaten Lampung Barat. Ada dua
jenis rumah adat Nuwou Balak aslinya merupakan rumah tinggal bagi para Kepala
Adat (penyimbang adat), yang dalam bahasa Lampung juga disebut Balai Keratun.
Bangunan ini terdiri dari beberapa ruangan, yaitu Lawang Kuri (gapura), Pusiban
(tempat tamu melapor) dan Ijan Geladak (tangga “naik” ke rumah); Anjung-anjung
(serambi depan tempat menerima tamu), Serambi Tengah (tempat duduk anggota
kerabat pria), Lapang Agung (tempat kerabat wanita berkumpul), Kebik Temen atau
kebik kerumpu (kamar tidur bagi anak penyimbang bumi atau anak tertua), kebik
rangek (kamar tidur bagi anak penyimbang ratu atau anak kedua), kebik tengah
(yaitu kamar tidur untuk anak penyimbang batin atau anak ketiga).
Bangunan
lain adalah Nuwou Sesat. Bangunan ini aslinya adalah balai pertemuan adat
tempat para purwatin (penyimbang) pada saat mengadakan pepung adat
(musyawarah). Karena itu balai ini juga disebut Sesat Balai Agung. Bagian
bagian dari bangunan ini adalah ijan geladak (tangga masuk yang dilengkapi
dengan atap). Atap itu disebut Rurung Agung. Kemudian anjungan (serambi yang
digunakan untuk pertemuan kecil, pusiban (ruang dalam tempat musyawarah resmi),
ruang tetabuhan (tempat menyimpan alat musik tradisional), dan ruang Gajah
Merem ( tempat istirahat bagi para penyimbang) . Hal lain yang khas di rumah
sesat ini adalah hiasan payung-payung besar di atapnya (rurung agung), yang
berwarna putih, kuning, dan merah, yang melambangkan tingkat kepenyimbangan
bagi masyarakat tradisional Lampung Pepadun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar